BAB II : SISTEM KEUANGAN BANK SYARIAH

PEMBAHASAN SISTEM KEUANGAN BANK SYARIAH

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pasar Keuangan Syariah
Pasar keuangan (financial markets) memiliki beberapa pengertian. Dalam pengertian sempit, pasar keuangan diartikan sebagai pasar dimana aset keuangan (financial assets) diterbitkan dan diperdagangkan. Dalam pengertian yang lebih luas, pasar keuangan adalah pasar yang didalamnya terdiri dari berbagai macam teknik dan instrument untuk tujuan meminjam, member kemudahan untuk investasi, melakukan konsumsi, menabung, dan memberi keleluasaan untuk melakukan jual beli barang dan jasa. (Siamat,2005:19)
Dalam praktik pasar uang konvensional, yang ditransaksikan adalah hak untuk menggunakan uang dalam jangka waktu tertentu. Jadi pasar tersebut menjadi transaksi pinjam-meminjam dana yang selanjutnya menjadi atau menimbulkan utang-piutang. Adapun barang yang diperjual belikan berupa secarik kertas berupa surat utang atau atau janji untuk membayar sejumlah uang tertentu pada waktu tetentu pula. Tujuan dari pasar uang ini sebagai alternatif bagi lembaga keuangan bank atau non bank untuk memperoleh dana atau menenamkan dananya. Harga dalam pasar uang konvensional biasanya dinyatakan dalam bentuk suatu presentase yang mewakili pendapatan berkaitan dengan penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. Harga yang diterima oleh pemberi pinjaman tersebut untuk melepaskan hak penggunaan dana itu disebut dengan tingkat bunga (interest rate) (Ktut Silvanita,2009:86)
Dalam pandangan islam, transaksi uang bukan merupakan transaksi yang menjadikan uang sebagai barang dagangan dengan mengandung interest (bunga), tapi merupakan kebutuhan transaksi atas nama investasi atau penanaman modal, artinya pasar uang syariah bukan transaksi dengan sistem pinjam-meminjam berbunga sepaerti pasar uang konvensional. Pasar uang syariah adalah suatu mekanisme pasar dengan sistem invertasi atau kerjasama yang tergantung akad antar pihak yang membutuhkan, yang mana didalamnya tak akan ditemukan adanya bunga karena statusnya sebagai dana investasi yang mana dalam islam suatu harta atau uang yang harus selalu berputar, agar pendapatan semakin meningkat dan dalam rangka memperbaiki perekonomian. (Andri,2014:202)

B.     Instrumen Keuangan Syariah
Surat-surat berharga yang diperdagangkan dalam pasar keuangan ini pada dasarnya terdiri dari instrument pasar uang dan pasar modal. Instrumen kedua pasar ini mendominasi transaksi yang dilakukan dalam pasar keuangan. Oleh karena itu, seringkali dipersepsikanbahwa pasar keuangan adalah terdiri dari pasar uang dan pasar modal saja. Meskipun kenyataanya masih ada lagi jenis pasar yang dapat diketegorikan dalam kelompok pasar keuangan, antara lain pasar atau bursa valita asing (foreign exchange market) dan pasar derivatif dan derivative market. (Siamat,2005:27)
Pada pasar uang konvensional, instrumen yang yang diterbitkan berupa instrumen utang yang dijual dengan diskon dan didasarkan pada perhitungan bunga. Sedangkan pasar uang syariah lebih kompleks dan mendekati pada mekanisme pasar modal, yaitu mengandung investasi, kerjasama dan lainnya yaitu mudharabah, musyarakah, qardh dan wadiah. Tapi berbeda dengan pasar modal yang menjual surat-surat berharga dengan jangka panjang, pasar uang syariah hanya bergelut di sektor pendanaan dengan uang dalam jangka pendek (kurang dari satu tahun).
Sifat instrumen pasar uang konvensional yaitu surat berharga yang mewakili uang dimana unit yang satu memiliki kewajiban kepada unit yang lain. Sedangkan instrumen keuangan syariah harus didukung oleh aktiva, proyek aktiva dan transaksi jual beli yang melatar belakanginya (underlying transaction). (http://googleweblight.com, 2017).
Instrumen Perbankan diantaranya sebagai berikut :
1.       Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS).Surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh  BI.
2.       Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Surat – surat berharga berjangka pendek yang dapat diperjualbelikan secara diskonto dengan Bank Indonesia atau lembaga diskonto yang ditunjuk oleh BI. Yang di terbitkan berdasarkan perinsip syari’ah.
3.       Repuchase agreement (Repo) SBIS  Ditujukan sebagai salah satu instrumen operasi pasar terbuka dalam rangka pengendalian moneter yang dilakukan berdasarkan prinsip Syariah.
4.       Surat Berharga lain yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan. Surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh badan hukum lain yang mempunyai peringkat tinggi berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat yang diakui BI sebagaimana diatur dalam ketentuan BI mengenai lembaga pemeringkat yang diakui BI, dan sewaktu-waktu dengan mudah dapat dijual ke pasar untuk dijadikan uang tunai.
Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS). transaksi keuangan jangka pendek antar bank berdasarkan prinsip syariah baik dalam rupiah maupun dalam kurs valuta asing.https://koemet.wordpress.com/2016/03/23/pasar-uang-syariah/, 2017).
Berdasarkan teori akad sebagaimana dijelaskan, dapat diformulasikan kontrak-kontrak keuangan yang kemudian dikenal dengan instrumen keuangan.

1.      Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara shahibul maal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di muka. Jika usaha mengalami kerugian, maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik dana, kecuali ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana. Seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan dana.
Mudharabah  terdiri dari dua jenis, yaitu Mudharabah Muthlaqah (investasi tidak terikat) dan Mudharabah Muqayyah (investasi terikat). Mudharabah Muthlaqaah adalah mudharabah di mana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam mengelola investasinya. Mudharabah Muqayyah adalah mudharabah di mana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana mengenai tempat, cara, dan obyek investasi.

2.      Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerjasama di antara para pemilik modal yang mencampurkan modalnya untuk tujuan mencari keuntungan. Dalam musyarakah, mitra dan bank sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usah tertentu, baik yang sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya mitra dapat mengembalikan modal tersebut berikut bagi hasil yang telah disepakati secara bertahap atau sekaligus kepada bank.
Pembiayaan Musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas, atau aktiva non kas, termasuk aktiva tidak berwujud, seperti lisensi dan hak paten. Laba musyarakah dibagi di antara para mitra dan bank secara proporsional sesuai dengan modal yang disetorkan (baik kas maupun aktiva lainnya) atau sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh semua mitra. Sedangkan rugi dibebankan secara proporsional sesuai dengan modal yang disetorkan (baik berupa kas maupun aktiva lainnya).
Musyarakah dapat bersifat musyarakah permanen maupun menurun. Dalam musyawarah permanen, bagi modal setiap mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad. Sedangkan musyarakah menurun, bagian modal bank akan menurun dan pada akhir masa akad mitra akan menjadi pemilik usaha tersebut. (Muhammad,2014:231)

3.      Qardh dan Qardh Hasan
Pinjaman qardh adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara peminjam dan pihak yang meminjamkan kewajiban peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu. Qardh hasan adalah pinjaman tanpa jaminan yang memungkinkan peminjam untuk menggunakan dana tersebut selama jangka waktu tertentu dan mengembalikan dalam jumlah yang sama pada akhir periode yang disepakati.

4.      Wadiah
Wadiah adalah titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat apabila nasabah yang bersangkutan menghendaki, bank bertanggung jawab atas pengembalian titipan.
Wadiah dibagi atas wadiah yad-mudhamanah dan wadiah yad-amanah. Wadiah yad-mudhamanah adalah titipan yang selama belum dikembalikan kepada penitip dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan. Apabila dari hasil pemanfaatan tersebut diperoleh keuntungan maka seluruhnya menjadi hak penerima penitipan. Sedangkan dalam prinsip wadiah yad-amanah, penerima titipan tidak boleh memanfaatkan barang titipan tersebut samai diambil kembali oleh penitip. (Muhammad,2014:235)

C.     Infrastruktur Keuangan Syariah
Definisi Infrastruktur Menurut Stone dalam Kodoatie tahun 2003, menjelaskan bahwa infrastruktur didefinisikan sebagai fasilitas fisik yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh agen publik untuk fungsi pemerintah dalam penyediaan air, tenaga listrik, pembangunan limbah, transportasi, dan pelayanan lain untuk memfasilitasi dengan tujuan ekonomi dan sosial. Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehar- hari di masyarakat. Sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas atau struktur dasar, peralatan, intalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk membantu berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat. (Novi Maryaningsih, 2012)

Sistem infrastruktur keuangan syariah kita terdiri dari tiga otoritas, yaitu Bank Indonesia (BI) dalam pengembangan keuangan syariah fokus pada kebijakan makroprudensial, OJK yang memiliki otoritas pada kebijakan mikroprudensial dan Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI yang menjaga kesyariahan segala kegiatan transaksi keuangan syariah.
Ketiga otoritas inilah yang mengawasi keberlanjutan dan kemapanan keuangan syariah di Indonesia. Selain ketuganya, ada Badan Zakat Nasional (Baznas) dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang juga punya peran dalam membentuk infrastruktur keuangan syariah lebih dinamis dan humanis. (http://m.republika.co.id-potret-industri-keuangan-syariah, 2017)

D.    Karakteristik Perbankan Syariah
 Implementasi prinsip ekonomi Islam dg ciri:
Ø  pelarangan riba dalam berbagai bentuknya
Ø  Tidak mengenal konsep “time-value of money”
Ø  Uang sebagai alat tukar bukan komoditi yg diperdagangkan (http://www. Eramoeslem.com”ekonomi syariah)
Prinsip syariah islam dalam pengelolaan harta menekankan pada keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat. Harus dimanfaatkan pada hal-hal produktif terutama kegiatan investasi yang merupakan landasan aktivitas ekonomi dalam masyarakat. Tidak semua orang mampu secara langsung menginvestasikan hartanya untuk menghasilkan keuntungan oleh karena itu, diperlukan suatu lembaga perantara yang menghubungkan  masyarakat pemilik dana dan pengusaha yang memerlukan dana (pengelola dana).
1.      Lembaga keuangan syariat harus bersih dari semua bentuk riba dan mu’amalah yang dilarang syariat.
Ini menjadi jorgan dan syiar utamanya. Tanpa ini satu lembaga keuangan tidak boleh dinamakan lembaga keuangan syariat. DR. Ghorib al-Gamal menyatakan: “Karakteristik-karakteristik utamanya dan menjadi keberadaannya seiring dengan tatanan yang benar untuk masyarakat islami. (Lembaga keuangan syariat) harus mewarnai seluruh aktifitasnya dengan ruh yang kokoh dan motivasi akidah yang menjadikan para praktisinya selalu merasa bahwa aktifitas yang mereka geluti tidak sekedar aktifitas bertujuan merealisasikan keuntungan semata, namun perlu ditambahkan bahwa itu adalah salah satu cara berjihad dalam mengemban beban risalah dan persiapan menyelamatkan umat dari praktek-praktek yang menyelisihi norma dasar Islam. Diatas itu semua para praktisi hendaknya merasa bahwa aktifitasnya tersebut adalah ibadah dan ketakwaan yang akan mendapatkan pahala dari Allah bersama balasan materi duniawi yang didapatkan.
2.      Mengarahkan segala kemampuan pada pertambahan (at-Tanmiyah) dengan jalan its-titsmar (pengembangan modal) tidak dengan jalan hutang (al-Qardh) yang memberi keuntungan.
a.       Investasi pengembangan modal langsung (al-Its-titsmar al-Mubasyir) dalam pengertian Bank melakukan sendiri pengolaan harta pernigaan dalam proyek-proyek riil yang menguntungkan.
b.      Investasi modal dengan musyarakah dalam pengertian Bank menanam saham dalam modal sektor yang menjadikan bank syari’at tersebut sebagai syariek (sekutu) dalam kepemilikan proyek tersebut dan berperan dalam administrasi, managemen dan pengawasannya sertamenjadi syariek juga dalam semua yang dihasilkan proyek tersebut baik berupa keuntungan atau kerugian dalam prosentase yang telah disepakati diantara para syariek. Karena baik syari’at dibangun diatas asas dan prinsip Islam, maka seluruh aktifitas mereka tunduk kepada standar halal dan haram yang telah ditentukan syari’at islam. Hal ini menuntut lembaga keuangan berbuat beberapa hal berikut:
1)      Mengarahkan pengembangan modalnya  (investment) dan memutuskan pada lingkaran produk barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan umum kaum muslimin.
2)      Menjaga jangan sampai produknya terjerumus dalam lingkaran haram.
3)      Menjaga setiap tahapan-tahapan produknya tetap berada dalam lingkaran halal.
4)      Menjaga setiap sebab produknya (system operasi dan sejenisnya) bersesuain dalam lingkaran halal.
5)      Memutuskan dasar kebutuhan masyarakat dan masalahat umum sebelum melihat kepada profit yang akan didapat individunya.
3.      Mengikat pengembangan ekonomi dengan pertumbuhan sosial.
Lembaga keuangan syari’at tidak hanya sekeda rmengikat pengembangan ekonomi dan pertumbuhan sosial semata, namun harus menganggap pertumbuhan sosial masyarakat sebagai asas yang tidaklah pengembangan ekonomi memberikan hasilnya tanpa memperhatikan hal ini .Dengan demikian bank syari’at harus menutupi dua sisi ini dan komitmen terhadap perbaikan masyarakat dan keadilannya. Tidak mengarah seperti bank ribawi yang mengarah kepada proyek-proyek yang memiliki prospek dan menjanjikan keuntungan yang lebih banyak tanpa memperhatikan perkara pertumbuhan sosial kemasyarakatan, karena hal itu adalah kekurangan yang memiliki akibat bahaya terhadap masyarakat.
4.      Mengumpulkan harta yang menganggur dan menyerahkannya kepada aktifitas its-titsmar dan pengelolaan dengan target pembiyaan (tamwiel) proyek-proyek perdagangan, industry dan pertanian, karena kaum muslimin yang tidak ingin menyimpan hartanya di bank-bank ribawi berharap adanya bank syari’at untuk menyimpan harta mereka disana.
5.      Memudahkan sarana pembayaran dan memperlancar gerakan pertukaran perdagangan langsung (Harakah at-Tabaadul at-Tijaari al-Mubasyir) sedunia islam dan bekerjasama dalam bidang tersebut dengan seluruh lembaga keuangan syariat dunia agar dapat menunaikan tugasnya dengan sesempurna munkin.
6.      Menghidupkan tatanan zakat dengan membuat lembaga zakat dalam bank sendiri dalam mengumpulkan hasil zakat bank tersebut. Lalu manegemen lembaga keuangan sendiri yang mengelola lembaga zakat tersebut. Karena lembaga keuangan syari’at tunduk pada pengelolaan harat untuk muamalat Islami dan hak-hak wajib pada harta-harta tersebut.
7.      Membangun baitul mal kaum muslimin dan mendirikan lembaga untuk itu yang dikelola langsung managemennya oleh lembaga keungan tersebut.
8.      Menanamkan kaedah adil dan kesamaan dalam keberuntungan dan kerugian dan menjauhkan unsure ihtikar (penimbunan barang agar menaikkan harga) dan meratakan kemaslahatan pada sebanyak mungkin kaum muslimin setelah sebelumnya kemaslahatan tersebut hanya milik pemilik harta yang besar yang tidak peduli dari jalan mana mendapatkannya. (http://bacaanmykuliah.blogspot.com,2017)

E.     Sistem Keuangan Syariah Di Negara Lain
Perkembangan Sistem keuangan syariah di Negara Sudan dan Pakistan .
·         Sudan
Untuk mengembangkan sistem keuangan syariah Negara Sudan melakukan pengembangan secara komprehansif dengan mewajibkan semua bank konvensional melakukan konversi menjadi bank islam. Kemudian dilakukan islamisasi perbankan untuk memastikan bahwa operasi perbankan benar-benar berprinsip syariah dan bebas dari praktik yang menyerupai riba termasuk surat berharga pemerintah (treasury bills) dan obligasi pemerintah (government bonds)yang masih berbagis bunga diganti dengan instrument keuangan yang seirama dengan prinsip islam.
·         Pakistan
Pakistan merupakan Negara yang ingin menerapkan sistem ekonomi islam sepenuhnya. Namun seringan terjadinya pergantian rezim membuat perkembangan ekonomi islam Pakistan sering mengalami kendala. Pakistan ingin menerapkan system keuangan syariah dalam bentuk perbankan syariah. Harapannya mensejajarkan perbankan syariah menjadi bank yang pararel dan dapat kompatibel dengan perbankan konvensional. Dan menjadi perbankan syariah sebagai pilihan utama. Pakistan masih berada pada tahap system keuangan dan perbankan ganda (dual financial and banking system) dengan system keuangan syariah yang lebih dominan. Perbankan syariah di Pakistan selalu berdampingan dengan perbankan konvensional. (Ascarya,2007:153)

F.      Sistem Keuangan Di Indonesia
Pengembangan keuangan syariah di Indonesia dilakukan dengan strategi pengembangan bertahap yang berkesinambungan (gradual and sustainable approach) yang sesuai dengan prinsip syariah (comply to sharia principles). Pertama, melatakkan landasan yang kuat bagi pertumbuhan industry. Kedua, memperkuat struktur industry perbankan syariah. Ketiga, perbankan syariah diarahkan untuk memenuhi standar keuangan dan mutu pelayanan internasional. Keempat, membentuk integrasi lembaga keuangan syariah. Kelima, lembaga keuangan syariah dalam hal ini perbankan syariah diharapkan memiliki pangsa pasar yang signifikan untuk mendorong laju ekonomi Indonesia. (Ascarya,2007:203-204)
Sistem keuangan pada dasarnya adalah tatanan dalam perekonomian suatu Negara yang memiliki peran terutama dalam menyediakan fasilitas jasa-jasa dibidang keuangan oleh lembaga-lembaga keuangan penunjang lainnya misalnya pasar uang dan pasar modal. Sistem keuangan Indonesia pada prinsipnya dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu sistem perbankan dan sistem lembaga keuangan bukan bank. Lembaga keuangan ini dapat menerima simpanan dari masyarakat, maka juga disebut depository financial institutions yang terdiri dari bank umum dan bank perkreditan rakyat. Sedangkan lembaga keuangan bukan bank adalah lembaga keuangan selain dari bank yang dalam kegiatan usahanya tidak diperkenankan menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan (Totok Budisantoso dan Sigit Triandaru,2007:145)

Posting Komentar

Designed by OddThemes | Distributed by Gooyaabi Templates